Pendidikan

Sabtu, 29 Agustus 2009

“Etika Sosial dalam Surat al-Hujurat Ayat 11-12 dan Implikasi Terhadap Pembinaan Akhlak”

Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengetahui: 1) etika sosial yang terkandung dalam surat al-Hujurat ayat 11-12, 2) konsepsi Islam tentang pembinaan akhlak, 3) pengaruh etika sosial yang terkandung dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-12 terhadap pembinaan akhlak.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretative, yakni metode yang berperan untuk mencari kandungan surat al-Hujurat ayat 11-12 tentang etika social, hubungannya dengan pembinaan akhlak. Metode tahlili, yakni metode tafsir yang berusaha mengiraikan al-Qur’an secara detail dan metode hemeneutika. Metode ini sejajar dengan ta’wil. Pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan filosofis, pendekatan sosial dan pendekatan psikologis. Setelah melakukan penelitian, maka diketahui bahwasannya etika sosial merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai anggota umat manusia. Di sana disebutkan bahwa etika sosial berhubungan dengan seseorang serta bagaimana caranya bersikap antar sesama, berperilaku dalam masyarakat dapat memposisikan dirinya pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini penting adanya beretika yang baik, bersikap, bertutur kata yang baik. Allah menganugerahkan kepada manusia berupa lisan (berbicara) merupakan anugerah yang terbesar, artinya dengan lisan manusia bisa berkomunikasi dengan yang lain. Apa yang diinginkan manusia bisa diungkapkan dengan lisan, sehingga lisan perlu dijaga. Artinya tidak digunakan untuk mengucapkan hal-hal yang tidak baik, jangan sampai menggunakan lisan tersebut untuk dijadikan alat fitnah dan sumber dosa.

Dalam hal ini surat al-Hujurat ayat 11-12 dapat dijadikan pedoman untuk tidak menggunakan lisan menurut kehendak sendiri, yakni tidak mengolok-olok, tidak mencela, tidak memanggil dengan gelar buruk, tidak buruk sangka, tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan tidak menggunjing. Dalam hal ini, akhlak memang perlu dibina, anak didik yang tidak dibina akhlaknya atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan atau pendiidkan, akan menjadi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan perbuatan tercela. Pembinaan akhlak dalam pendidikan Islam mempunyai peranan yang amat penting dalam pengaturan berinteraksi terhadap orang lain. Dalam kesehariannya seseorang terlihat dari segi tingkah lakunya, bersikap yang berhubungan dengan lisan. Bicara pembinaan memang sangat dibutuhkan untuk menampilkan generasi penerus yang berakhlak mulia dan berbuat yang sesuai dengan norma-norma agama atau syari’at agama Islam, karena pembinaan akhlak meurpakan tumpuan pertama dalam Islam. Perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak dapat dilihat terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik. Karena pada dasarnya jiwa yang baik akan lahir perbuatan. Perbuatan baik yang menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan batin. Hal ini juga dapat dilihat bahwa dalam Islam adanya integrasi dalam pelaksanaan rukun iman dan rukun Islam terhadap pembinaan akhlak yang ditempuh, yakni menggunakan cara atau sistem yang terkait, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan yang secara simultan diarahkan pada pembinaan akhlak.
Pembinaan akhlak sebenarnya dimulai sejak anak lahir, dengan perlakuan orang tua yang sesuai dengan ketentuan akhlak dan dilanjutkan dengan membiasakan anak melakukan sopan santun yang sesuai dengan agama serta mendidiknya agar meninggalkan yang tercela dan terlarang dalam agama. Karena pembinaan ini tentunya akan berpengaruh terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia. Dalam hal ini etika sosial dalam surat al- Hujurat ayat 11- 12 terhadap pembinaan akhlak yakni:
1. Tidak mengolok-olok
Dapat menjadikan pribadi muslim menjadikan ia tidak suka mengejek dan tidak sombong terhadap orang lain. Petunjuk al-Qur’an yang tertanam dalam jiwa seorang muslim akan melahirkan pribadi yang mencintai dan tawadhu’ serta jauh dari sifat takabur dan merasa lebih tinggi dari orang lain.
2. Mencela
Dalam hal ini, mencela sebagai wujud agar tidak terjadi penghinaan terhadap diri sendiri yang berakibat ia menjadi kufur, mencegah dari kehinaan dan kenistaan.
3. Tidak memanggil dengan gelar buruk
Manusia yang bermasyarakat dapat dijadikan pedoman bahwa tidak seharusnya mengikuti kehendak diri sendiri dengan memanggil seseorang dengan menyakiti atau menyinggung orang lain.
4. Buruk sangka
Menggugah rasa kemanusiaan. Karena dapat menjaga hubungan harmonis, baik secara vertikal maupun horisontal.
5. Tidak mencari-cari kesalahan orang lain
Mampu mempertimbangkan apa yang ada pada dirinya dengan yang ada pada orang-orang lain, sehingga sebelum bertindak ia memperbaiki dirinya sendiri.
6. Menggunjung
Menjaga kehormatan saudaranya, dapat mencapai integritas yang baik dan menjaga semangat kegotongroyongan serta keharmonisan.

Dengan demikian, larangan dalam surat al-Hujurat ayat 11-12 adalah peringatan untuk bertakwa kepada Allah, karena dengan takwa, maka kesopanan seseorang akan terbentuk. Seseorang tidak tahu memilih mana pekerjaan yang terpuji dan mana yang salah, sehingga dengan pembinaan akhlak secara sungguhsungguh pada peserta didik diharapkan dapat mengendalikan gejolak jiwa dan emosinya dengan bertumpu pada ajaran dan nilai-nilai agama Islam.

Label:

“Expository Approach Dalam Pendidikan Agama Islam”

Setelah membahas berbagai uraian dan penjelasan atas hasil penelitian kepustakaan tentang ekspository approach dalam pendidikan agama Islam, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.Ekspositori approach adalah pendekatan mengajar dimana guru berperan aktif, sedangkan siswa menerima. Dan dalam konteks pendidikan agama Islam maka ekspositori approach dapat didefinisikan sebagai pendekatan mengajar yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan sesuai dengan ajaran agama Islam dimana guru berperan sebagai pembimbing aktif dan siswa sebagai penerima ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk manusia bertaqwa dan berakhlakul karimah.
2.Tujuan utama pengajaran ekspositori adalah "memindahkan" pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Ekspositori approach digunakan sebagai salah satu cara dimana guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan pengajaran yang bertujuan memindahkan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai kepada siswa.
3.Expository approach dalam pendidikan agama Islam sangat tepat digunakan karena dapat diaplisikasikan pada semua materi pelajaran agama Islam yang ada, baik materi yang bersifat menanamkan konsep, nilai, maupun sikap (tingkah laku), dan materi yang bersifat mengajarkan ketrampilan

Label:

Implikasi Konsep Jihad Dalam Profesi Keguruan

Salah satu wacana Islam sejak masa-masa awal muslim hingga kontemporer ialah jihad, yakni jihad fii sabilillah. Ia paling sensitif dan paling sering diperdebatkan, baik di timur maupun di barat. Pembicaraan tentang jihad dan konsep-konsep yang dikemukakan selalu mengalami pergeseran dan perubahan, sesuai konteks dengan lingkungan masing-masing pemikir. Karena cakupan arti jihad yang luas, maka jihad juga kerap diartikan sebagai perjuangan untuk memerangi ketertinggalan dan kebodohan. Guru yang mengajar dengan benar-benar guna membawa murid berhasil mengatasi ketertinggalan dan kebodohan, termasuk di dalam makna jihad.

Penelitian ini dirumuskan membahas hal-hal yang berkaitan dengan Bagaimana sebenarnya makna ajaran jihad menurut pandangan guru, Bagaimana guru menerapkan konsep jihad dalam profesi keguruan dan Bagaimana hubungan jihad dengan kompetensi guru. dan untuk mengetahui hal-hal tersebut di atas.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan perspektif fenomenologis dengan teknik pengumpuln data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis kualitatif deskriptif dan sebagai tempat penelitian yaitu MTs Ma’arif 16 Nurul Hidayah Banyubang-Solokuro-Lamongan.
Ajaran Jihad menurut guru MTs Ma’arif 16 Nurul Hidayah Banyubang-Solokuro-Lamongan mengartikan sebagai perjuangan, dan perjuangan tersebut bisa dilakukan dengan tangan atau lisan untuk mempertahankan agama Allah. Termasuk di dalamnya sebagai perjuangan untuk memerangi ketertinggalan dan kebodohan, Guru PAI merupakan posisi yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan peserta didik, baik secara individual ataupun klasikal, karenanya lingkup tugas guru PAI sangat luas yang bertumpu pada tugas dan tanggung jawab. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab guru PAI di MTs Ma’arif 16 Nurul Hidayah Banyubang-Solokuro-Lamongan tidak hanya dibatasi oleh dinding sekolah, namun juga di luar sekolah sebab juga ia juga sebagai sebagai pembimbing moral. Hubungan jihad dengan kompetensi guru menurut Guru-guru PAI di Madrasah Tsanawiyah Ma’arif 16 Nurul Hidayah Banyubang-Solokuro-Lamongan yaitu yang berhubungan dengan kompetensi kepribadian dan guru juga melakukan trobosan-trobosan dalam mengefektifkan kinerjanya sebagai seorang yang melakukan transfer pendidikan yang bisa membentuk siswa yang lebih baik dengan cara memperbaik pendidikan agam Islam.

Label:

“Hak Anak Untuk Mendapatkan Pendidikan dalam Keluarga Menurut Islam”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Konsep hak anak dalam Islam (2) Konsep pendidikan anak dalam keluarga. (3) Bagaimana hak anak dalam pendidikan keluarga menurut Islam. Jenis dari penelitian ini merupakan kajian murni kepustakaan (library research), yaitu mengadakan studi secara teliti literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Cara kerjanya dengan mengadakan penelusuran terhadap berbagai literatur yang membicarakan masalah hak-hak anak dan persoalan lain yang berkaitan dengan pendidikan anak dalam keluarga. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.cara kerjanya yaitu dengan cara mencari korelasi hak-hak anak yang di tetapkan dalam Islam dengan keadaan psikologis anak serta hak-hak anak yang ditetapkan dalam Islam ditinjau dari ilmu psikologi. Metode Penelitian ini meliputi : Metode Penngumpulan Data yang peneliti gunakan adalah dengan menggunakan dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dsb.Dokomentasi yang peneliti perlukan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang representatif, relevan dan mendukung terhadap objek kajian penelitian sehingga dapat di peroleh data-data yang faktual dan dapat dipertanggung jawabkan dalam memecahkan permasalahan dalam skripsi ini. Metode Analisis dalam skripsi ini adalah menggunakan metode diskriptif yaitu merupakan metode penelitian dalam rangka untuk menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian. Cara kerjanya yaitu dalam menganalisis diawali dengan mengumpulkan dan menyusun data yaitu data tentang hak-hak anak yang ditetapkan dalam Islam serta konsep Islam tentang pendidikan anak dalam keluarga kemudian menganalisa dan menginterpretasikan data tersebut Dalam menganalisa penulis juga menggunakan metode Reflektif Thinking yaitu pengkombinasian yang jitu dari dua cara deduktif dan induktif. Dalam pelaksanaannya akan berlangsung sebagai berikut : Dari metode ini penulis menggunakan dua metode tersebut secara bergantian antara kutub-kutub induksi dan deduksi serta setiap informasi yang telah diperoleh akan dianalisis masalah demi masalah untuk mengambil suatu kesimpulan..
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Dalam Islam sistem pendidikan keluarga dipandang sebagai penentu masa depan anak. Namun yang terjadi saat ini banyak keluarga mengabaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai sebuah keluarga dalam hal ini yang berperan penting adalah kedua orang tua yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi seorang anak yang mana tanggunng jawab keluarga atau kewajiban orang tua adalah menjadi hak yang harus didapatkan oleh seorang anak(2) Syariat Islam telah menetapkan hak anak yang merupakan kewajiban yang di pikulkan diatas pundak orang tua. Hak tersebut terbagi dalam dua bagian yaitu hak anak sebelum lahir dan sesudah lahir dan yang bertanggung jawab untuk melindungi dan menjaga kelangsungan hidup sang anak, hingga dia dapat melewati fase-fase perkembangan kehidupannya dengan selamat sentausa sampai pada kedewasaan penuh adalah orang tua sang anak(3) Hak anak dalam Islam bukan hanya sebatas dengan apa yang ditetapkan dalam Islam sebagaimana yang tertuang dalam bab II, tetapi lebih jauh dari itu yakni dalam proses pendidikan itu sendiri. Pendidikan terhadap anak diawali pada masa proses pembentukan keluarga hingga terbentuk sebuah keluarga yang bertujuan untuk mencapai keluarga sakinah. Dari keluarga sakinah inilah akan lahir anak yang saleh dan salehah. Begitu pula dalam keluarga tersebut harus memaksimalkan dari fungsinya,masing-masing anggota keluarga melaksanakan kewajibannya serta ketepatan dalam memilih metode mendidik anak serta materi yang diberikan.. Hal demikian sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan dalam mendidik anak, khususnya dalam membentuk pribadi anak yang saleh serta anak yang mampu menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks.

Label:

“Kajian Prototipe Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW”

Kajian tentang prototipe kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.. telaah atas sifat wajib Rasul ini dilakukan sebagai upaya mencari format kepemimpinan dalam pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. kepada sahabat dan umatnya. Uraian dalam skripsi diawali dengan paparan singkat tentang figur Nabi Muhammad Saw. sebagai seorang pemimpin dilanjutkan dengan menggambarkan pola-pola, tipe-tipe dan sifat-sifat kepemimpinan pendidikannya dengan memfokuskan pembahasan pada kajian tentang sifat wajib Rasul sebagai prototype (model khas) Nabi Muhammad Saw. dalam memimpin keluarga, sahabat dan umatnya, yakni dengan melaksanakan keempat sifat wajib Rasul meliputi shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah sebagai landasan utama dan prinsip Nabi Muhammad Saw. dalam kepemimpinan pendidikan.
Dalam upaya berikutnya untuk lebih memperjelas penelitian ini penulis mempergunakan metodologi penelitian yang bersifat tematik (maudhui) dengan cara melacak ayat-ayat yang membahas topik pembahasan sebanyak mungkin, kemudian dicari koreksi dengan didukung oleh pendapat-pendapat ulama/tokoh dengan mengkritisi ayat tersebut sehingga pembahasannya menjadi jelas dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya kepada khalayak.
Dari sini dapat kita temukan bahwa sifat wajib Rasul yang menjadi prototipe kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. dalam pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgen untuk dicontoh dan diterapkan dalam dunia pendidikan sekarang ini. Sebab beliau merupakan rujukan utama bagi pendidikan kita khususnya pendidikan Islam untuk menerapkan sifat wajib Rasul sebagai sifat mulia yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin pendidikan. Untuk dapat dipahami bahwa sifat wajib Rasul merupakan prototipe Nabi Muhammad Saw. dalam memberikan contoh kepemimpinan pendidikan.

Label:

Konsep Al-Qur'an Tentang Khairu Al-Ummah

Penelitian dalam masalah ini bertujuan untuk mengetahui : (1) konsep Al-Qur'an tentang Khairu Al-Ummah; (2) untuk mengetahui nilai-nilai normatif ajaran Al-Qur'an tentang Khairu Al-Ummah dilihat dari sudut pandang pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan metode Riset kepustakaan (library research) dengan metode pengumpulan data menggunakan metode yuridis, metode tafsir maudlu’i dan metode interpretasi sistematis dan sumber datanya ada dua yaitu sumber primer yang terdiri dari ayat-ayat Al-Qur’an yang berkenaan dengan Khairu Al-Ummah dan sumber sekundernjya yaitu Al- Qur’an dan terjemahan, kitab tafsir, hadis-hadis Nabi Muhammad saw.,dan buku-buku ilmiah yang ada relevansinya dengan konsep Al-Qur’an tentang Khairu Al-Ummah dalam perspektif pendidkan Islam sedangkan Teknik Analisis datanya menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif data dan analisis semantik. Disamping itu dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan sintetis-analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-Qur'an merupakan kalam Allah yang diturunkan Nabi Muhammad saw., memberikan petunjuk secara universal kepada umatnya dijadikan sebagai sumber pertama dan utama dalam ajaran Islam. Meskipun secara langsung Al-Qur'an tidak menunjukkan bentuk masyarakat yang Islami (Ummah Muslimah), akan tetapi kitab tersebut memberikan nilai-nilai normatif dalam pembentukan Kairu Al- Ummah (masyarakat yang unnggul), dengan karakteristik tertentu. Dalam Al- Qur’an surat Ali Imran ayat 110, menyebutkan karakteristik khairu al-ummah terdiri dari amar ma’ruf, nahi munkar dan iman kepada Allah swt. Dalam kontek sosiologis ketiga karakteristik tersebut terderivasi dalam teori sosial diantaranya yaitu nilai humanisasi, nilai liberasi, dan nilai transendensi yang merupakan derivasi Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 110; yaitu : amar ma'ruf nahi munkar dan Iman kepada Allah. Pertama Nilai-nilai humanisasi terdiri dari : a) nilai kemanusiaan, b) nilai kesatuan umat manusia, c) nilai keseimbangan, d) rahmatalil'alamin. Nilai-nilai humanisasi tersebut secara normatif telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an. Kedua nilai-nilai liberasi terddiri dari : a) toleransi, b) keajemukan (plurasme), c) demokrasi,. Ketiga nilai-nilai tarnsendensi yang terdiri dari : Iman kepada Allah, iman kepada malaikatmalaikat Allah, Iman Kepada Kitab-Kitab Allah, Iman Kepada Nabi Dan Rasul Allah, Iman Kepada Hari Akhir, Iman Kepada Qada Dan Qadar Allah. Ketiga nilai tersebut jikalau dimplikasikan dalam pendidikan maka akan terwujud pendidikan yang humanis, pendidikan yang liberalis dan pendidikan yang mempunyai nilai-nilai tauhid, sehingga pendidikan Islam merupakan satu kesatuan yang secara intregalistik terdiri dari berbagai ilmu pengetahuan, baik yang yang dipandang sekuler maupun yang Islam. Pendidikan yang dipandang sekuler dengan mengambil dasar dan sumber pengetahuannya dari Al-Qur'an bisa diharapkan mengandung nilai-nilai normatif Islam (humanisme teosentris). Dalam implementasinya dapat menghasilkan pendidikan humanistik yang mempunyai orientasi proses pendidikan sebagai berikut:1)Tujuan pendidikan humanistik adalah membudayakan manusia atau memanusiakan manusia,2) Materi pendidikan humanistik adalah menurut ilmu-ilmu kemanusiaan, 3) Metode pendiidkan humanistik adalah menghargai harkat dan martabat dan derajat manusia, 4) Proses pendidikan humanistic adalah menciptakan suasana pendidikan manusiawi, 5) Evaluasi pendidikan humanistik adalah mengetahui mengevaluasi perkembangan anak didik sedagai dasar anak manusia yang sedang berkembang dengan menurut dasar kriteria kemanusiaan. Dalam pendidikan Islam setidaknya ada empat prinsip dalam mengimplementasikan liberasi pendidikan, diantarannya sebagai berikut :1) Prinsip pemfungsian akal. Islam dalam menjustifikasikan agama Ilahiyah tidak hanya melalui wahyu saja akan tetapi juga melalui kompetensi akal yang bertujuan untk memahami ayat-ayat kauniyah, 2) Prinsip ego (self), ego manusia terdiri dari pikiran dan kesadaran. Menurut Rene Descrates dikutip Rizal Mustasir menyatakan (cogito ergo sum)" aku berfikir maka aku ada" hal ini merupakan bentuk kesadaran manusia untuk memahami hakekat dirinya, 3) Kebebasan bersama batas etika, artinya kebebasan yang diberikan Islam bertmpu pada kekuatan pribadi dibawah kekuatan sang pencipta, 4) Lompatan keterbukaan nalar. Maksudnya setelah akal difungsikan sesuia perannya, ada I'tikad untuk membuka cakrawala pandang hidup seluruh fenomena alam dan transendensi merupakan frame dari humanisasi dan liberasi. Ketiga nilai tersebut juga yang dijadikan sebagai landasan dalam membentuk transformasi pendidikan Islam.

Label:

Aspek-Aspek Pendidikan Kepribadian Menurut Hasan Al-Banna

Dalam kajian historis atas aspek-aspek pendidikan kepribadian menurut Hasan al-Banna, permasalahan yang ingin dijawab adalah aspek-aspek apa saja yang dituju dalam pendidikan kepribadian dan bagaimana implikasi aspek-aspek pendidikan kepribadian dalam perspektif Hasan al-Banna terhadap pembinaan diri remaja. Di sini penulis mengkaji beberapa buku yang ditulis langsung oleh Hasan al-Banna maupun oleh orang yang mengupas pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna, dengan cara menuliskan, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi dan menyajikan data serta menganalisisnya secara
kritis.
Hasan al-Banna, seorang tokoh pembaharu muslim modern yang memiliki latar belakang pendidikan tradisional Islam dan pemikiran Barat modern. Pada usia muda ia adalah nasionalis yang anti kolonialisme. Setelah dewasa berpaling pada revivalisme religius yang ingin memperbaiki komunitas kaum muslim. Dan cara yang efektif menurutnya adalah dengan dakwah dan tarbiyah. Sistem pendidikan yang dibangun al-banna bertitik tolak atas pendekatan melihat hakikat manusia sebagai pribadi yang holistik, yang meliputi aspek fikriyah, ruhaniyah dan jasmaniyah. Sebagai konsekuensi logisnya, maka pada tataran aplikasinya pendidikan diarahkan kepada pembentukan aspek-aspek tersebut secara seimbang dan integral.
Pendidikan kepribadian Hasan al-Banna yang mencakup aspek aqidah, intelektual, moral, sosial serta fisik semuanya dalam prosesnya harus berdasarkan pada Islam yang benar, yaitu dikembalikan hanya pada al-Qur’an dan sunnah Rasul. Ia harus independen, tidak tercampur oleh pemikiran-pemikiran yang bersimpangan dengan Islam.
Hasan al-Banna menjadikan remaja /pemuda sebagai sasaran utama tarbiyahnya. Melihat profil perilaku dan pribadi remaja yang menggambarkan adanya kegoncangan /belum mantapnya aspek-aspek dalam diri remaja seperti pada fisik, perilaku sosial, moralitas, religius, serta kognitif remaja yang itu bila tidak diarahkan benar-benar akan berakibat terbentuknya pribadi-pribadi yang kurang baik. Dengan aspek-aspek pendidikan kepribadian yang dicanangkan oleh Hasan al-Banna, permasalahan-permasalahan yang muncul pada diri remaja sedikit banyak akan dapat teratasi.

Label: